Friday, November 18, 2016

After the Scholarship

Bersama Awardee LPDP PK-70 di Depan KBRI Den Haag
// Jumat, 12 Agustus 2016, saya tiba di salah satu dataran yang dulunya hanya saya ketahui dari pelajaran IPS sewaktu SD, salah satu dataran yang mungkin menjadi impian para pemuda di Indonesia, bahkan dunia, untuk menjejakan kaki. Dataran itu adalah Eropa, benua biru, benua yang menjadi tujuan banyak calon mahasiswa untuk belajar, benua yang menawarkan sejuta kesempatan. Dan saya berada di salah satu titik di benua itu, titik kecil di sebelah barat eropa, negeri van oranje, Belanda. Senang rasanya setelah semua perjuangan terbayar sudah. Perjuangan untuk mengejar skor IELTS minimal 6.5 hingga dibela-belain untuk ambil IELTS preparation di CILACS UII dan simulasi IELTS di kampung inggris Pare, Kediri, perjuangan apply universitas (bikin motivational letter bahasa inggris, minta surat rekomendasi dari dosen, searching informasi sana sini), perjuangan apply beasiswa (mempersiapkan semua dokumen pendukung, tes seleksi dengan tahapan ini itu), hingga akhirnya tiba saatnya perjuangan di dalam beasiswa itu sendiri dan perjuangan atas kewajiban sebagai mahasiswa master di universitas luar negeri.

/ Dengan menggunakan beasiswa LPDP, saya berangkat ke Wageningen University, Belanda dengan harapan bisa mendapatkan wawasan dan pengalaman baru. Bagi saya ini adalah sebuah petualangan yang berada dalam chapter sekian di cerita kehidupan saya. Dan seperti namanya, dalam sebuah petualangan kita tidak akan pernah tau apa yang akan kita jumpai dan hadapi di depan kita, yang perlu kita ketahui hanyalah ada sesuatu di ujung sana yang worth it kalo kita kejar. Petualangan inilah yang sedang saya lalui disini, di Wageningen University, Belanda. Dulu saat lagi ngejar skor IELTS, ngejar universitas dan beasiswa, hal yang ada di benak saya adalah saya ingin menggapai beasiswa itu, saya harus berkompetisi dengan ribuan orang yang memiliki pikiran yang sama dengan saya, untuk mendapatkan beasiswa dan melanjutkan jenjang pendidikan ke jenjang master di luar negeri. Kemudian ketika beasiswa itu sudah diraih, rasa senang bukan main menggelegar di seluruh tubuh, rasa syukur juga tak kalah besarnya, hingga sedikit rasa besar kepala pun menyelimuti pikiran. Bagaimana tidak, bayangkan saja dengan memperoleh beasiswa untuk kuliah di luar negeri sudah cukup untuk mengubah arah nasib masa depan seseorang, sudah cukup pula untuk membanggakan kedua orang tua dan sanak saudara kita. Hingga terkadang membayangkan sendunya perpisahan antara kita dengan orang tua, saudara, dan orang terdekat kita saat kita akan masuk pintu keberangkatan di bandara Soekarno-Hatta Terminal 2. Percayalah semua itu telah saya lalui, dan saya harus berterimakasih kepada LPDP dan negara Indonesia, saya berhutang sesuatu kepada negara Republik Indonesia, dan kelak saya harus balas hutang itu.

/ Setelah euphoria lolos beasiswa, PK (Persiapan Keberangkatan) LPDP, packing ini itu, drama perpisahan di bandara, menjejakan kaki pertama kali di Belanda dan benua Eropa, merasakan udara dan langit Belanda, takjub pada sarana transportasi lokal, foto-foto di sekitar Wageningen University dan kota Wageningen, hingga orientasi mahasiswa, tiba saatnya melaksanakan kewajiban sebagai mahasiswa master, kewajiban kepada Wageningen University, beasiswa, Indonesia, dan diri sendiri. Di masa-masa inilah euphoria itu sedikit demi sedikit luntur. Saat-saat dimana kita harus beradaptasi dengan sistem pendidikan di Belanda, besarnya perbedaan pola pikir orang-orang dari berbagai negara,berbahasa dan menyerap bahasa inggris dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari, mengerjakan paper yang harus benar-benar ilmiah, hingga beradaptasi dengan cuaca yang dinginnya keterlaluan belum lagi ditambah hujan, kabut, dan angin kencang, belum lagi apabila meriang dan flu menyerang hingga kemauan untuk belajar yang seakan-akan surut karena kondisi adaptasi yang dialami masing-masing. Di saat-saat inilah kita diuji atas semua yang kita sampaikan baik tertulis maupun lisan disaat mendaftar universitas maupun beasiswa. Disinilah ujian logika dan keteguhan hati dipersoalkan. Dan disinilah saya menyadari bahwa mendaftar beasiswa dan melanjutkan studi ke luar negeri bukan hanya sekadar retorika, semua yang saya lalui saat ini adalah sebuah perjuangan bagi diri sendiri dan pengabdian bagi bangsa dan negara, dimana paling tidak ada satu orang di sana yang mempertaruhkan baik buruknya masa depan Indonesia di tangan saya.

/ Melalui cerita ini, sebenarnya saya ingin menyampaikan pesan untuk para scholarship hunter yang ingin melanjutkan studinya ke luar negeri (apapun itu beasiswanya). Bahwasanya kelak ketika Anda menerima beasiswa, itu bukan hanya sebuah kebanggaan tetapi juga pengabdian, bukan sebuah retorika tetapi hidup matinya bangsa, bukan untuk meninggikan harga diri tetapi lebih pada menunaikan janji, dan bukan juga untuk disombongkan melainkan menjadi wadah perjuangan. Kelak ketika kita sudah berada di luar negeri, kita baru sadar bahwa Indonesia terlalu cantik untuk dibiarkan, terlalu hommy untuk ditinggalkan, dan terlalu berharga untuk dilupakan. Disinilah kita baru sadar bahwa, sebagai pemuda yang mendapatkan ilmu dan pengalaman di negara maju, kita memiliki kewajiban untuk membangun bangsa dan negara Indonesia. Kita baru sadar bahwa kelak di masa depan, kita akan berada di pucuk-pucuk kepemimpinan yang akan membawa arah Indonesia. Di saat itu jugalah ilmu dan pengalaman kita saat belajar di negeri "orang" diuji, apakah kita benar-benar menyerap ilmu-ilmu yang diajarkan di universitas? apakah kita benar-benar peka terhadap hal-hal unik di negara "orang" yang memberikan kita pengalaman menarik dan menjadi inspirasi untuk diimplementasikan di Indonesia? Maka dari itu, sebelum apply beasiswa untuk melanjutkan studi ke luar negeri, cobalah untuk sejenak berefleksi atas niat Anda. Cobalah untuk bertanya kepada diri sendiri, apakah saya layak menerima beasiswa ini? apakah saya bisa melalui semua nantinya melalui beasiswa ini? akan saya abdikan dalam bentuk apa ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan setelah lulus dari studi nantinya? dan yang paling penting adalah apakah dengan saya melanjutkan studi ke luar negeri dengan beasiswa, Indonesia akan semakin baik nantinya? Karena kuliah ke luar negeri dengan beasiswa bukan tentang prestis tetapi lebih kepada berjuang menghimpun ilmu dan pengalaman untuk kembali dan membangun bangsa dan negara Indonesia. Selamat berjuang!
- As time flows, it will has answer for all.

2 comments:

  1. Sungguh, terimakasih mas telah menginspirasi...

    ReplyDelete
  2. Nice shere there, sangat memberikan motivasi dan inspirasi bagi kami semua yang ingin sekolah diluar negeri. Sekolah dengan kurikulum IB

    ReplyDelete