Wednesday, November 30, 2016

A Story Among The Garden of Earthly Delights, The Earth, and The Sustainability

Bagian Luar The Garden of Earthly Delights by Hieronymus Bosch, c.1495-1505

// Belajar di Wageningen University membawa saya menyelam kedalam pengetahuan yang berkaitan dengan keberlanjutan (Sustainability). Mendengar kata itu saja kita pasti sudah bisa menebak bahwa hal-hal dalam pengetahuan tersebut berkaitan dengan aspek lingkungan. Sedangkan lingkungan adalah semua hal yang ada di Bumi, tempat dimana kita hidup, tinggal, beraktivitas, dan berkembang biak. Setelah melihat film dokumentasi berjudul "Before the Flood" oleh National Geographic, ditambah lagi dengan cerita yang diperlihatkan dalam film "Inferno" oleh Columbia Pictures, saya sebagai mahasiswa yang sedang belajar tentang hal-hal yang berbau lingkungan, tergelitik untuk mengakit-kaitkan hal-hal yang saya temukan di dalam film-film tersebut dengan ilmu tentang lingkungan yang sejauh ini sudah saya dapatkan di Belanda.

/ Hal pertama yang tiba-tiba membuat saya tergelitik adalah ketika melihat bagian dalam lukisan karya Hieronymus Bosch yang berjudul The Garden of Earthly Delights yang ditayangkan di awal film dokumentasi tersebut. Lukisan ini sebenarnya berbentuk seperti buku, dimana kedua sudut bagian dalamnya dapat dilipat dan akan terlihat bagian luar dari lukisan tersebut, yakni sebuah lukisan bumi pada masa baru-baru saja dibentuk (seperti yang terlihat pada gambar di atas). Bagian luar dari lukisan ini sebenarnya adalah tahapan pertama dari kehidupan yang ada di bumi, dimana pada masa itu hanya ada tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme. Bisa dibilang bumi masih amat hijau, senggang, sejuk, dan sistemnya tidak terganggu oleh apapun, semua berjalan dengan apa adanya dalam sistem alam yang sangat ideal.


Bagian Dalam The Garden of Earthly Delights by Hieronymus Bosch, c.1495-1505
/ Tahapan kedua (panel barat), ketiga (panel tengah), dan keempat (panel timur) dari lukisan ini berada di bagian dalam lukisan. Setelah adanya bumi, mulailah ada hewan-hewan vertebrata seperti yang masih bisa kita saksikan hari ini (gajah, jerapah, burung, ikan, dan lain sebagainya) dan juga manusia pertama yang ada di bumi, yakni adam dan hawa. Di masa itu, hewan, tumbuhan, dan manusia terasa hidup harmonis berdampingan. Tumbuhan tumbuh di habitatnya masing-masing dengan apa adanya, hewan bebas kemanapun mereka mau untuk berkembang biak sesuai dengan habitatnya, serta tidak terlalu banyak manusia, hanya ada adam dan hawa. Kemudian pada tahapan ketiga, terlihat semakin banyak manusia yang ada di bumi, dimana manusia-manusia tersebut terlihat menggunakan segala sumber daya alam yang ada untuk kepentingannya. Hal itu terlihat dari lukisan orang-orang yang sedang menunggangi hewan, memetik strawberry, menekan bunga, membawa kerang, disana juga terlihat bangunan-bangunan tinggi. Lucunya, mereka terlihat sangat berbahagia saat melakukan itu semua. Mereka lupa bahwa, secara tidak langsung, mereka sedang menggunakan sumber daya alam yang ada di bumi untuk kesenangannya. Untuk membangun papan-papannya, merajut sandang-sandangnya, dan tentu saja memproduksi pangan-pangannya. Semakin banyak manusia yang ada di bumi, semakin banyak pula sumber daya alam yang diberdayakan oleh manusia untuk memenuhi kepentingannya. Hingga mereka tidak sadar apa yang akan terjadi pada tahapan selanjutnya dari kehidupan di bumi. Dan sayangnya, tahapan ketiga ini lah yang sedang kita alami. Saat ini (saat tulisan ini dibuat) populasi manusia di bumi adalah sekitar 7 miliar orang (Worldometers.info, 2016) dan diprediksi akan menjadi 9.7 miliar orang pada tahun 2050 (United Nations, 2015). Bayangkan bumi adalah sebuah gelas yang memiliki ambang batas volume, apa yang terjadi ketika kita menuangkan air melebihi ambang batas volume gelas? Air itu akan meluap dan gelas tidak akan bisa mewadahinya lagi. Begitulah bayangan yang akan terjadi di bumi pada tahapan keempat. Pada tahapan keempat, dilukiskan bahwa sumber daya alam yang ada di bumi semakin sedikit dan pada akhirnya lenyap, di saat itulah manusia mulai berebut sumber daya alam untuk kepentingan mereka masing-masing, ada pula yang meregang nyawa karena tidak kebagian sumber daya alam untuk menghidupinya. Perang tidak terelakan untuk merebut sumber daya alam dari satu pihak untuk pihak lainnya dan konflik di tiap kota hingga menimbulkan kerusakan diberbagai kota. Namun di saat-saat itu masih ada orang yang dengan santainya duduk di atas kursi dan melihat semua itu dengan tenang, seakan sesuatu yang buruk tidak sedang terjadi, itulah simbol "penguasa yang korup". Di tahapan keempat, dunia terasa menjadi sebuah neraka bagi manusia. Hal ini jugalah yang ingin disampaikan oleh Dante Alighieri (1265-1321) melalui salah satu bagian puisinya yang berjudul "Inferno" di dalam buku yang berjudul "Divine Comedy" (c.1308-1320).


Inferno by Dante Alighieri, c.1308-1320

/ Inferno berasa dari bahasa Italy yang berarti neraka. Dante melukiskan bahwa terdapat 9 bagian neraka (dari yang paling atas ke paling bawah), yakni Limbo (temapt bagi orang-orang yang terbuang), Lust (nafsu), Gluttony (kerakusan), Greed (keserakahan), Anger (kemarahan), Heresy (kebohongan), Violence (kekerasan), Fraud (penipuan), dan Treachery (pengkhianatan). Dari semua level tersebut, kita sudah dapat mengartikan apa yang sebenarnya Dante ingin sampaikan. Jika kita hubungkan dengan lukisan Bosch, pada tahapan ketiga kehidupan di bumi, sebenarnya sudah terjadi tanda-tanda "neraka dunia" yang akan terjadi pada tahapan keempat. Kita dapat merasakan dan melihat kenyataan bahwa 9 level neraka yang dilukiskan oleh Dante tersebut memang benar-benar ada di sekitar kita, dan itu semua menghantarkan kita menuju ke tahapan keempat dari lukian Bosch, yakni kehancuran kehidupan yang ada di bumi. Sayangnya lagi, kita sudah bisa melihat tanda-tandanya saat ini.

/ Untuk itu, saat ini banyak orang-orang dari developed country yang menyerukan konsep sustainability, yang intinya adalah menggunakan sumber daya alam apapun secara seimbang dan bertanggung jawab, sehingga sumber daya alam yang ada di bumi tidak akan habiss, sehingga masih dapat digunakan untuk anak-cucu kita kelak. Selain itu, sustainability juga berarti mengurangi jejak-jejak negatif manusia di bumi (footprint). Semua usaha dalam mencapai tujuan sustainable terus digalakan. Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan hanyalah untuk menghindari (atau malah hanya memperlambat) tahapan keempat dari lukisan Bosch, yakni kerusakan kehidupan di bumi karena berkurangnya sumber daya alam dan rusaknya alam di bumi. Berkaitan dengan ini, awal kerusakan alam di bumi adalah di lingkungan kota atau perkotaan. Hal ini karena kota paling banyak menyerap sumber daya alam dan menyumbang emisi/kotoran bagi lingkungan. Bagaiman tidak? Saat ini terdapat sekitar 54% orang hidup di kota/perkotaan dan akan bertambah menjadi 66% pada tahun 2050 (United Nations, 2014). Bayangkan saja 54% dari populasi dunia saat ini (7 miliar orang) tinggal berjejal di kota dan masing-masing dari mereka mengonsumsi sumber daya yang disediakan di kota (energi listrik, makanan, air bersih, dan sebagainya). Selain itu masing-masing orang meninggalkan jejaknya berupa emisi dan limbah yang diproduksinya (sampah, air limbah, feses, polusi udara, dan sebagainya). Saat ini kita hidup dalam lingkungan kota yang linear, dimana kita masih menggunakan sumber-sumber yang merusak lingkungan untuk kepentingan kita, kemudian meninggalkan jejak limbah begitu saja di bumi. Semua itu akan mempercepat kita untuk menuju ke tahapan keempat dari lukisan Bosch.


Circular Urban Metabolism Scheme (courtesy of Wageningen University and Research)

/ Apa yang saya dapatkan di Wageningen University adalah usaha-usaha untuk mengubah pola-pola Linear menjadi Circular. Ada beberapa konsep yang disini disebut sebagai "Circular Urban Metabolism" (melihat kota sebagai organisme yang melakukan input sumber daya, throughput di dalam tubuh, dan output limbah; namun dengan menggunakan input sumber daya yang renewable dan ramah lingkungan, serta men-utilisasi output limbah dengan metode 3R-reuse, recycle, dan recovery) dan ada juga yang disebut dengan "Circular Economy" (cara dimana segala kegiatan yang berkaitan dengan ekonomi harus berprinsip pada "circular" yang intinya menggunakan renewable resource sebagai input dan menerapkan 3R pada output limbahnya, dan bisa saja ditambah dengan merayakan keberagaman hayati untuk melestarikan sumber daya alam).Cara-cara itulah yang saat ini terus digalakan, terutama di developed country, untuk menghindari kerusakan alam di bumi. Apapun itu, semoga kita tidak akan mencapai pada tahapan keempat lukisan Bosch. Cukup pada tahapan ketiga, dan terus berusaha untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia.

“Earth provides enough to satisfy every man's needs, but not every man's greed"
-Mahatma Gandhi

0 comments:

Post a Comment