Friday, June 24, 2016

Selamat Ulang Tahun Cities Plus: Sebuah Refleksi Memilih Profesi

// Selamat ulang tahun yang pertama Cities Plus! Tepat 1 tahun yang lalu, usia saya adalah 21 tahun kurang 1 bulan, saat saya, Okki, dan istri Mas Iwan, menandatangani Akta Pendirian Badan Usaha atas nama CV. Cities Plus yang bergerak di bidang arsitektur, perencanaan tata ruang, pemetaan, lingkungan, dan studi. Dengan senangnya kami bertiga menenteng sebuah berkas dokumen Akta Pendirian Badan Usaha dengan nama-nama kami sebagai pendiri dan direktur terpampang di dalamnya. Cities Plus is getiing bigger, we hope!

/ Semua berawal dari kegalauan seorang wisudawan yang bingung akan memilih jalur apa untuk mengamankan masa depannya. 18 Mei 2015, saya diwisuda dari Universitas Gadjah Mada, Program Studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota. Seperti kebanyakan freshgraduater, kegalauan akan masa depan tiba-tiba hinggap dalam benak saya. Dengan pemikiran yang pragmatis oportunis optimistis pada saat itu, saya mulai mempertimbangkan berbagai macam kemungkinan jenjang karir saya setelah lulus S1. Saya masih ingat saat malam itu berdiskusi di kantin Fakultas Geografi UGM dengan Mas Wikan, salah seorang rekan sejawat dan pembimbing kerja praktek saya di sebuah konsultan geografi di Jogjakarta. Beliau memberikan pengalamannya saat mengalami hal yang sama saat dulu (tahun 2009, ketebak kan angkatan berapa :p) dia juga galau setelah bergelar Sarjana. Sementara Ayah dan Ibu saya cenderung menyerahkan segala keputusan kepada saya, beliau-beliau bilang "yang penting kamu seneng sama apa yang kamu kerjakan, kamu orang laki, langkahnya luas", yang menjadikan saya semakin bingung, haha. Hingga pada akhirnya, tibalah saya merenung dan sejenak hening dalam kehidupan Sarjana saya.

/ Tiba-tiba petunjuk muncul dari dalam pikiran saya yang mengingat-ingat kembali masa-masa lalu saat masih menjadi mahasiswa S1. Entah mengapa saya suka berbagi dengan orang lain yang membutuhkan, dan itulah yang saya baru sadari bahwa minat saya adalah berbagi dengan orang lain, membantu dan menolong orang lain yang membutuhkan bantuan. Tiba-tiba, entah dari mana, hari-hari saya diwarnai dengan membaca biografi tokoh-tokoh inspiratif dunia maupun nasional, sebut saja biografi Leonardo Da Vinci, Sir Isaac Newton, Walt Disney, hingga Steve Jobs dan Bill Gates. Ada juga B.J. Habibie hingga Pandji Pragiwaksono. Kesemua tokoh itu memiliki karaktersitik yang sama, yakni mengejar ambisi dalam passion mereka dan berpikir outside the box (kalo berpikir out of the box berarti berpikir keluar dari boks, haha). Walhasil, inspirasi dari masa lalu saya sendiri dan tokoh-tokoh tersebut membuat saya memiliki visi hidup, yang mana, di suatu hari saya ingin membuat sebuah Yayasan (Foundation) yang bergerak di bidang Pendidikan dan Pemberdayaan. Saya bermimpi Zulfikar Foundation dapat membantu Pendidikan nasional untuk bersaing secara global dan melakukan Pemberdayaan dalam bentuk apapun itu kepada orang yang memiliki potensi namun belum memiliki akses untuk memberdayakan potensi yang dimilikinya.

/ Berangkat dari Visi Hidup. Membangun sebuah Yayasan merupakan hal yang tidak mudah. Apalagi bila Yayasan itu bersifat privat. Perlu ada pendanaan untuk dapat memastikan bahwa misi Yayasan dapat selalu berlanjut serta SDM dan orang-orang yang sedang dibantu dan dibimbing oleh Yayasan tidak terbengkalai. Berangkat dari situ, saya berpikir, profesi apa yang akan saya pilih sehingga suatu hari nanti saya dapat membangun sebuah Yayasan Pendidikan dan Pemberdayaan. Akhirnya saya merenung untuk memikirkan pertanyaan utama yang ada di dalam benak saya. Sebenarnya apa saja sih profesi di dunia ini yang sampai sekarang orang-orang dapat hidup darinya?

/ Memilih Profesi. PNS, Karyawan Swasta, Freelancer, dan Pengusaha. Keempat profesi yang saya generalisasi menjadi profesi umum di dunia. Lalu saya menimbang satu per satu dampak profesi tersebut kepada Visi Hidup saya. PNS (Pegawai Negeri Sipil), profesi dambaan bagi mayoritas calon mertua di Indonesia. Profesi yang satu ini merupakan profesi yang sangat nyaman bagi orang-orang yang suka dengan zona nyamannya, pekerjaan yang bisa dijalani dengan santai sambil ngopi-ngopi sambil baca koran maupun ngobrol dengan rekan sebidang saat jam kantor, dan hidupnya bakal terjamin (terjamin dari segi apapun) selamanya bahkan setelah pensiun. Namun saya melihat realita yang ada, sepertinya tidak ada PNS yang bisa membangun Yayasan privat nya sendiri. Ayah saya sendiri merupakan PNS di BAPPEDA Kabupaten Klaten, hingga saat ini, saya tidak melihat adanya tanda-tanda Ayah saya ingin membangun sebuah Yayasan, hehe. Lagipula, dengan berbagai macam cerita dari Ayah saya tentang berbagai hal yang menyangkut birokrasi dan ke-PNS-an, saya menjadi tidak tertarik untuk mengambil PNS sebagai profesi saya (FYI, Ayah saya merupakan salah satu PNS yang masih "Waras", dan karena "ke-Waras-an" -nya itu, bahkan Ayah saya sampai pernah untuk memilih Cuti di bawah tanggungan negara selama 2 tahun untuk bekerja pada International NGO di Papua). Jadi, profesi PNS di SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota, saya coret dari daftat potensi profesi saya. Karyawan Swasta, profesi satu ini memang menjanjikan (bila jadi karyawan swasta nya di perusahaan yang bonafid). Selain mengedepankan nilai profesionalitas, kita terkadang juga diharuskan untuk keluar dari zona nyaman kita dan mengahadapi hal-hal yang baru namun harus sesuai dengan target perusahaan (nah loh!), hidupnya pun pasti juga terjamin (sekali lagi, jika dan hanya jika kerjanya di perusahaan yang bonafid, dan yang bonafid itu kebanyakan pasti di Jakarta dan sekitarnya). Entah mengapa saya paling tidak suka untuk tinggal lama di Jakarta, apalagi kepikiran untuk tinggal selamanya dan bekerja di Jakarta. Sementara menjadi karyawan swasta, dengan setinggi-tingginya gaji yang saya dapatkan, apakah saya bisa membangun sebuah Yayasan?. Melihat dari realita, sepertinya belum ada Yayasan privat yang dibangun oleh seorang karyawan swasta. Jadi, profesi karyawan swasta saya coret dari daftar potensi profesi saya. Freelancer, profesi yang satu ini tergolong baru terkenal dengan berkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan profesi ini orang-orang yang tidak suka kerja kantoran namun bisa mendapat bayaran tinggi, dapat melanjutkan hidupnya. Mereka dapat bekerja dimana saja dan kapan saja, tidak ada waktu tertentu untuk bekerja dan bahkan bisa over work. Namun yang bikin kasihan adalah, profesi ini tidak menjanjikan keberlanjutan untuk masa depan. Hal ini karena freelancer hanya akan direkrut untuk mengerjakan sebuah pekerjaan/proyek hingga pekerjaan/proyek itu selesai, sehabis itu, mereka tidak memiliki jaminan untuk mendapatkan pemasukan (walaupun memang bayarannya besar ketika diberi fee saat pekerjaannya sudah selesai sesuai deadline yang ditentukan). Jadi, profesi freelancer, mungkin akan saya lakukan sebagai sampingan di masa depan, tidak saya coret. Pengusaha, ini adalah profesi yang paling menantang dari semua profesi yang ada. Seorang pengusaha tidak hanya memerlukan otak yang dapat terus berputar, namun juga mental baja, apalagi seorang pengusaha pemula. Hal ini karena seorang pengusaha pemula akan dihadapkan pada ketidakteraturan, ketidakpastian, dan tidak adanya jaminan akan mendapat uang di bulan ini atau bulan depan, serta tidak ada jaminan sosial dan kesehatan, apalagi jaminan transportasi dan lainnya. Semua ditanggung oleh diri sendiri, baik kegagalan maupun keberhasilan. Maka dari itu, saya sangat menghormati orang-orang yang dengan berani mengambil profesi sebagai pengusaha pemula (mulai dari "nol"). Namun, setelah saya melihat seluruh fakta dan realita yang ada, ternyata 20 orang terkaya di Indonesia merupakan pengusaha. Selain itu, Yayasan privat yang ada di dunia mayoritas dmiliki oleh para pengusaha. Dan menjadi pengusaha berarti bebas melakukan apapun untuk mengejar ambisi dan impian perusahaan. Perusahaan kita sendiri tentunya. Kita bisa mengatur dan mengelola bagaimana cara kerja, jadwal kerja, dan lainnya. Hal yang menarik lainnya dari menjadi seorang pengusaha adalah kita bisa membantu orang secara langsung. Kita bisa menyumbang dana sponsorship untuk kegiatan amal, sosial, hingga kemahasiswaan di almamater. Selain itu, kita juga dapat memberi pekerjaan untuk orang lain (terutama orang yang memang sangat membutuhkan pemasukan). Berdasarkan hal itu, saya memberanikan diri untuk mengambil tantangan dan segala konsekuensi menjadi seorang pengusaha pemula dengan harapan bahwa perjuangan yang saya lakukan di awal-awal membangun usaha ini akan berakhir dengan banyaknya orang yang akan saya bantu melalui Yayasan saya kelak. Jadi, saya memilih profesi menjadi seorang Pengusaha! Yeaa!

/ Usaha apa ya kira-kira yang sesuai dengan background S1 saya dan tidak membutuhkan biaya banyak saat awal memulainya? Konsultan Perencanaan Tata Ruang adalah jawabannya. Saya terpikir dari beberapa proyek tata ruang yang saya bantu saat masih mahasiswa. Saat ini saya hanya berpikir, bila mengerjakan 1 RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) saya pribadi bisa mendapatkan 15-20 juta (RDTR Disusun selama kurang lebih 6 bulan, jadi 15-20 juta itu adalah fee selama 6 bulan, namun itu baru 1 proyek, padahal paling tidak dalam 1 tahun biasanya bisaya meng-handle 3-4 proyek sekaligus), maka bila saya wadahi melalui sebuah perusahaan yang saya miliki sendiri, saya bisa memberikan pemasukan untuk perusahaan paling tidak sebesar 5-10 juta per proyek (besaran ini diluar fee pribadi saya). Berangkat dari itung-itungan ala cukong minyak itu, saya membulatkan tekad untuk membuat sebuah Perusahaan Konsultan Perencanaan Tata Ruang di Jogjakarta. Untuk membuat perusahaan berbentuk CV, saya harus mendirikannya palin tidak dengan 1 orang partner. Dengan berani, saya menghadap Mas Iwan, yang merupakan dosen saya sekaligus rekan kerja di beberapa proyek tata ruang. Alhamdulillah, Mas Iwan se-visi dengan saya dan langsung meng-iyakan ide saya untuk membuat konsultan bersama. Namun kemudian saya berpikir, jika saya dan Mas Iwan saja, saya akan sendirian bila sedang di lapangan karena Mas Iwan sudah ada tanggungan di PWK UGM. Untuk itu, saya mencari partner lain yang satu visi juga dengan saya. Saya temukanlah Okki, salah satu teman satu angkatan saya di PWK UGM yang tidak mau membawa-bawa map lamaran kerja ke "job fair". Dari situ, siaplah sebuah konsultan dibangun oleh tiga punggawa pentolan PWK UGM ini. Dan ketika saya menyodorkan nama Cities Plus beserta logonya kepada mereka berdua, tanpa basa-basi, mereka langsung menyetujui. Hingga lahirlah CV. Cities Plus pada tanggal 24 Juni 2015.

/// Semoga Cites Plus semakin Sukses! Aamiin.
__________
/ Memories:


0 comments:

Post a Comment